-
3 years, 8 months ago
dikdik and
Carolina Astari Sekar Pratiwi are now friends
-
3 years, 8 months ago
Aisyah Ilmani and
Carolina Astari Sekar Pratiwi are now friends
-
3 years, 8 months ago
Aisyah Ilmani wrote a new post, Adversity Quotient…. Mengejar Jatiluhur, on the site There is More in You
Adversity Quotient alias AQ. Awalnya saya tidak tahu makna dari istilah ini. Bagi kalangan orang-orang yang bergelut di dunia psikologi mungkin sudah tidak asing, tetapi bagi sebagian besar orang mungkin belum mengetahui makna dari istilah ini. Saya berkenalan dengan istilah ini yaitu saat bulan puasa tahun 2010 lalu. Loh? Kenapa saat bulan puasa? Apa hubungannya? Mari kita simak kisah berikut.
Saat itu, saya masih bekerja di bidang Outdoor Training, berkesempatan mengikuti program tahunan yang biasanya di gelar oleh kantor saya. Konten program tidak berbeda dengan program pelatihan yang sering kami bawakan untuk peserta dari berbagai perusahaan. Bedanya, adalah objektif dari program itu sendiri dengan disisipkannya materi Adversity Quotient. Dan, biasanya saya menjadi Group Instructor, kali ini saya menjadi peserta. Terbalik yaa^^… Kenapa dipilih waktunya saat bulan puasa? Karena dirasa inilah momen yang sangat tepat untuk mensimulasikan atau mengimplementasikan teori Adversity Quotient ini dengan tantangan nyatanya adalah berpuasa sambil ekspedisi (What..??!!). Yup, I feel so challenged…! 😀
First Day
Pada hari pertama, kami yang berjumlah sekitar 20 orang, mendapat teori kelas mengenai AQ. Secara harfiah, kata “adversity” berarti kesulitan atau kesukaran. Sedangkan kata “quotient” mengacu pada tingkat atau jumlah kualitas atau karakteristik. Jadi, Adveristy Quotient berarti kualitas atau kemampuan seseorang dalam menghadapi kesulitan, hambatan, dan tantangan dalam hidup. Teori yang berasal dari pakar bernama Paul Stoltz ini juga membagi tipe individu berdasarkan kecenderungan perilaku yang dimunculkan saat menghadapi kesulitan. Stoltz mengibaratkannya sebagai seorang pendaki gunung, yaitu:
Quitter –> Golongan indicidu ini tampak menjalani hidup datar-datar saja, dan akan merasa puas jika sudah memenuhi kebutuhan dasarnya. Cenderung tidak berani mencoba hal-hal baru atau mengambil resiko, banyak mengeluh, merasa putus asa saat menghadapi masalah, atau bahkan menyerah sebelum berlayar.
Camper –> Individu dengan tipe ini punya keberanian untuk mencoba hal-hal baru atau mengambil resiko, tetapi saat merasa nyaman, ia cenderung akan cepat merasa puas. Kemudian tidak akan memilih untuk mengambil tantangan yang lebih untuk terus mengasah kemampuan. Cenderung tidak berani beranjak atau meninggalkan zona nayaman.
Climber –> Seorang climber selalu menuntut dan mendorong dirinya untuk terus belajar dan bekerja untuk pengembangan dirinya. Ia tidak cepat puas sehingga terus menantang dirinya serta mengambil resiko untuk terus mengasah kemampuannya. Climber juga mempunyai orientasi yang besar untuk mencapai hasil yang terbaik.Dalam implementasinya nanti, kami akan dihadapkan pada ekspedisi lapangan yang diibaratkan sebuah pelayaran, dimana kita tidak tahu tantangan dan hambatan apa saja yang akan dihadapi. Bisa saja kami semua akan menghadapi hujan, panas, bahkan badai. Inilah momentum dimana kami akan mengetahui ketahanan kami masing-masing dalam menghadapi atau mengatasi hambatan yang kadang tak terduga.
Setelah dibekali dengan materi kelas, kemudian kami menyusun konsep perjalanan secara keseluruhan. Mulai dari membagi peran, menyediakan logistik (makanan dan peralatan), hingga ongkos perjalanan dari Bogor menuju Jatiluhur. Tak terasa adzan Maghrib berkumandang, sudah saatnya membatalkan puasa kami. hihiii..
Second Day
Mengawali hari dengan sahur bersama, kemudian sedikit peregangan alias exercises, kami memulai perjalanan Bogor-Jatilihur dengan sangat antusias. Tidak bisa dipungkiri, orang-orang yang berkecimpung di dunia outdoor adalah tipikal orang yang cuek, blak-blakan, slengean, tapi tetap bertanggung jawab dan super gagah. hahaa…. Menggunakan bus umum, kami menempuh kurang lebih 4 jam perjalanan dengan selamat.
Tiba di Jatiluhur ternyata sudah ada tim pendahulu alias tim advance yang membantu “tutor” kami menyiapkan segala kebutuhan disana. Kami langsung menerima materi navigasi dan teknik mendayung. Bagi saya ini bukan hal asing, tapi sebagian peserta, yang notabene adalah rekan kerja saya sendiri dari bagian back office, ini merupakan hal baru dan mereka dituntut untuk mempunyai skill yang setara dengan kami tim operasional. Ekspedisi hari pertama ini adalah perjalanan ke Checkpoint 1 dengan menggunakan perahu tradisional yang oleh warga Jatiluhur disebut bargas.
Kami bersiap dan bergegas mendayung, agar waktu istirahat kami lebih panjang untuk memasak dan menyiapkan makanan untuk berbuka setibanya di Checkpoint 1. Haus dan laparnya berasa sekali…! Haha… Godaan tingkat tinggi ini mah!
Hari ketiga, kembali kami melakukan perjalanan dengan mendayung. Kali ini kami dibekali transportasi perahu kano, selain peta dan kompas. Perjalanan yang sangat panjang dimulai. Mulai dari titik start, Checkpoint 1 (Pulau Pasir Jangkung), Checkpoint 2 (Bihbul), Checkpoint 3 (Pulau Kambing) , hingga Checkpoint 4 (Kiara Lawang). Matahari pagi hingga menjelang sore sungguh tidak bersahabat, lebih terik dibanding kemarin. Bisa jadi ini mencapai 35 derajat! Menjelang sore hari kami disambut hujan deras berujung badai. Angin besar, petir menggelegar, guyuran hujan deras, jarak pandang pun sudah tak jelas. Dari 10 kano yang kami gunakan, kami sudah terpencar menjadi 2 kelompok kecil. Sebagian sudah mencapai titik finish (termasuk saya), tetapi sebagian entah bersandar dimana untuk menghindari kejaran petir. What a day…!!
Jangan heran dengan kondisi perubahan cuaca yang begitu cepat jika berada di waduk ini. Pagi hingga siang panas menyengat, tiba-tiba sore bisa terjadi badai. Waduk dengan luas sekitar 8.300 Ha ini merupakan yang terbesar di Indonesia, wilayahnya jelas terbuka untuk penampung air, sehingga medan magnet di daerah ini lebih tinggi dibanding sekitarnya. Petir yang super beda dengan petir-petir di daerah pemukiman.
Fourth Day
Dua hari lalu kami “dihajar” pada bagian tangan dengan mendayung sepanjang hari. Mungkin jika ditotal-total, bisa mencapai 12 jam mendayung. Fiuuhh…! Hari keempat ini giliran “menghajar” bagian kaki, yaitu hiking. Yess, adil…hehee… Sama seperti kemarin, kami tetap berbekal peta dan kompas, harus mencapai checkpoint-checkpoint yang sudah ditentukan. Berbagai dinamika terjadi, ada rekan yang salah mendengar Adzan Maghrib hingga berbuka bukan pada waktunya, ada rekan yang saking sudah lelahnya hingga tersungkur di pesawahan. Yaa tentu kami segera menolongnya. Ohya, kejadian menggelikan yang lain adalah si Leader hari ini, dia meminta kami memasang tali webbing di badan masing-masing dan ditautkan ke rekan yang ada di depan dan belakangnya. Awalnya kami merasa konyol, karena seperti kawanan kambing, tetapi maksud Leader kami baik, agar rekan dengan fisik yang agak lemah maupun yang kuat bisa saling menyeimbangkan ritme berjalanannya, sehingga tidak terpencar terlalu jauh.
Luar biasa perjalanan kali ini, kami mencapai titik finish pada jam 9 malam. Malam ini kami tidur dengan mendirikan shelter/bivoauc masing-masing, berbeda dengan malam-malam sebelumnya dimana kami mendirikan tenda kelompok. Hal ini bertujuan agar kami mempunyai waktu untuk sejenak menyendiri.
Keseruan lain dari program ini adalah sesi malam, kami semua melakukan refleksi dari aktivitas sepanjang hari. Dalam istilah outdoor training adalah debrief, sesi ini memberi kami kesempatan untuk mengungkapkan dinamika kelompok kami, efektivitas kerja sama yang terjalin, hingga sisi paling dalam yaitu perilaku apa yang kami munculkan dalam menjawab tantangan. Mulai dari meredam kepanikan yang muncul di saat badai, mengatur rekan-rekan yang notabene di kantor adalah atasan, hingga konflik yang terjadi saat hiking (keputusan untuk mengikat badan dengan webbing yang menuai tolakan). Kami belajar dari semua dinamika ini untuk memperbaiki performa ke depannya. Apa yang kurang dalam diri, dan bagaimana meng-improve itu semua.
Fifth Day
Hari ini kami pulang, yeaay..! Kami semua kembali ke kantor, dan masih tersisa satu sesi puncak. Terdapat sesi Correctio Fraterna yaitu koreksi persaudaraan. Secara bergiliran satu per satu dan sukarela, kami duduk di tengah, siap untuk dikoreksi. Rekan yang lain secara bergiliran juga akan menyampaikan unek-unek atas sikap dan perilaku rekannya yang duduk di tengah. Sebelumnya mereka sudah mempersiapkan dalam secarik kertas. Mungkin terdengar sangat spontan dan blak-blakan, tetapi apa yang ingin disasar dari sesi ini adalah bagaimana kita bisa secara terbuka hati menerima feedback dari rekan sekitar. Seperti teori Johari Window, ada kekurangan diri kita yang kita tidak tahu sedangkan orang lain tahu. Sebaliknya, kita juga memberikan feedback secara terbuka kepada rekan yang lain, bukan untuk menghakimi, tetapi dalam upaya mengajak maju bersama.Setelah sesi Correctio Fraterna selesai, kami semua duduk berkumpul di Aula Tatjana, dengan meja besar sebagai porosnya. Kembali kami mereflesikan dinamika yang terjadi selama lima hari program. Learning point yang kami dapatkan sungguh banyak, bisa secara kelompok besar maupun penghayatan masing-masing individu. Akhirnya, kami menuliskan niatan apa yang akan kami lakukan dalam secarik kertas yang diberi judul PAP, Personal Action Plan. PAP ini sebagai bentuk komitmen perubahan diri ke arah yang lebih baik. Dan inilah inti dari setiap program outdoor training yang kami jalani. Menyadari kekurangan diri, memberi dan menerima feedback, lalu berkomitmen untuk berubah ke arah yang lebih baik dengan tekad yang positif.
-
3 years, 9 months ago
Aisyah Ilmani and
afi are now friends
-
3 years, 9 months ago
Fakhri Fauzan and
Livia Andriana Lohanda are now friends
-
3 years, 9 months ago
Aisyah Ilmani and
Livia Andriana Lohanda are now friends
-
3 years, 9 months ago
Aisyah Ilmani‘s profile was updated
-
3 years, 9 months ago
Fakhri Fauzan wrote a new post, Menunggu Suara Rakyat, on the site All About Everything
-
3 years, 9 months ago
Aisyah Ilmani and
Fakhri Fauzan are now friends
-
3 years, 9 months ago
dikdik and
Aisyah Ilmani are now friends
-
3 years, 9 months ago
Aisyah Ilmani wrote a new post, Step Up 5 “All In”…. Kolaborasi yang Kurang Greget, on the site There is More in You
Hollywood memang pantas disebut pabriknya film. Salah satu genre film yang banyak diproduksi adalah film drama yang dibalut aksi tari-tarian atau dance. Salah satu yang selalu berhasil menghipnotis penonton hingga terngiang akan musik soundtracknya, maupun kehebatan skill dance-nya, sebut saja film Step Up. Franchise film yang sudah memasuki babak ke-lima (yang entah akan berakhir hingga babak ke berapa?!) ini, menjadi kiblat tontonan para dancer profesional.
Kisah sequel ke-lima ini dimulai dengan gambaran kehidupan Sean yang mengalami kesulitan keuangan, hingga ia susah payah mencari pekerjaan sampingan, dan akhirnya ia terpikir untuk mencari uang dari bakatnya menari. Tentu bukan khasnya Step Up jika tidak ada kompetisi dance. Pilihan Sean jatuh pada kompetisi The Vortex yang menawarkan hadiah berupa kontrak ekslusif nge-dance 3 tahun di hotel ternama kelas dunia, yaitu Caesar Palace di Las Vegas. Tak ayal, tentu ia butuh dance crew yang solid, dimana sebelumnya ia keluar dari kru The MOB (lahir di film Step Up 4; Revolution). Pindah lah Sean ke California dan berkerja di tempat les menari kakek Moose. Bagi para penonton setia Step Up, tentu tidak asing dengan sosok Moose. Sosok laki-laki kerempeng alias kurus tinggi, yang bisa dibilang badannya paling lentur dan selalu jadi starter saat tampil di kompetisi dance. Perjuangan dimulai dengan mencari satu per satu orang-orang yang punya skill dance mumpuni, hingga akhirnya mereka lolos menjadi peserta The Vortex. Ohya, sosok Andie juga muncul kembali di sequel ke-lima ini.
Dari sisi cerita, bisa dibilang tipikal film dance seperti ini belum menyguhkan sesuatu yang berbeda. Artinya, dari sejak awal Step Up belum ada suguhan perkembangan sosok pemeran utama, atau perkembangan instrik yang dialami sang tokoh utama. Tetapi kekuatan yang ingin disuguhkan adalah sisi koreografi yang semakin tahun semakin membuat penonton berdecak kagum. Dan film Step Up ke-lima ini dirasa kurang menyuguhkan kejutan-kejutan dari pada film terdahulunya yaitu Step Up 4; Revolution. The great thing about dance movie is the DANCE itself.
But, over all, if you watch the movie from beginning, Step Up 1, until the last, Step Up 5 “All In”, I think you gonna love it…! The dance, the moves, and the spirit of of all player. Setiap kali mereka bergerak alias nge-dance, pancaran kekuatan diri sungguh terpancar jelas. Keyakinan bergerak, keyakinan akan kemampuan diri. So, gak ada ruginya kalo kamu menyisihkan waktu untuk nonton marathon Step Up 1 sampai Step Up 5 ini..
Happy watching…!!
-
3 years, 9 months ago
Aisyah Ilmani changed their profile picture
-
3 years, 9 months ago
Aisyah Ilmani wrote a new post, Part of Democracy, on the site There is More in You
Terpaksa saya ikuti mainstream, beropini tentang dinamika politik yang saya hadapi tahun 2014 ini. Saya gak ngerti politik, dan gak tertarik dengan dunia satu ini. Ibarat dunia yang selalu memakai topeng, tak pernah kelihatan mana wajah asli atau samaran. Tapi kali ini rasanya berbeda. Saya dihujani beribu informasi mengenai pesta demokrasi yang baru saja berlangsung kemarin. Yak! Pemilihan langsung Presiden Republik Indonesia untuk periode 2014-2019. Sejak Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan secara resmi dua bulan yang lalu siapa calon Presiden dan Wakil Presiden yang akan bersaing, pertarungan dimulai. Kali ini sangat sangat jauh berbeda dengan Pemilu Presiden dan WaPres 2009, dimana saat itu ada lima pasangan. Tahun 2014 ini hanya ada dua pasangan. Jadilah, situasi informasi yang saling menyerang, menyebar berita buruk, atau bahkan menyebar fitnah sangat kental terasa. Fase awal, saya meragukan kedua calon. Yang satu rasanya “sangar” dan berprasangka bakal memerintah dengan cara yang “keras”. Dan satunya lagi, dirasa belum mumpuni, belum saatnya memimpin Indonesia yang sangat “complicated” ini. Hingga menjelang hari H pemilihan, tepatnya dua hari lalu, saya merasakan kecamuk dalam dada, deg-degan, khawatir jika terjadi sesuatu yang dapat menyakiti banyak orang. Bisa kerusuhan atau lainnya yang lebih dahsyat. Mungkin karena otak saya sudah penuh akan pemberitaan sisi baik dan sisi buruk kedua calon. Si Wowo begini lah, si Wiwi begitu lah.
LUBER. Benar-benar sudah tidak bisa membedakan mana berita yang benar-benar valid atau berita yang hanya fitnah. Tapi di sisi lain, saya merasa beruntung menjadi bagian dari pesta demokrasi yang sudah mulai “crazy” tahun ini. Tiba-tiba terpikir, ini akan menjadi sejarah yang akan saya ceritakan ke anak cucu saya nanti. Lucunya lagi, hingga detik saya menulis ini, kedua calon sudah “mendeklarasikan” kemenangan mereka masing-masing menyusul hasil Qiuck Count oleh delapan lembaga survey. Banyak ajeeee..! (Aneh yaa kok pemerintah terkesan seperti tidak bisa menekan angka lembaga survey yang terlibat di penghitungan seperti ini?!). Aaaaahhh mereka PD sekali…
Ini menunjukkan sikap apa yaa? Terlalu berambisikah untuk berkuasa?? Entah lah…. hanya mereka yang tahu..
KPU sendiri akan ngumumin hasil penghitungan resmi mereka tanggal 22 Juli nanti. Well, mari kita tunggu hasilnya. Siapapun yang terpilih, menurut saya, dia harus pahami betul siapa dirinya, posisi yang diamanatkan oleh rakyat kepadanya, dan kewajiban yang harus dia jalani. Dan yang pasti, dia bisa meneladani sifat Siddiq, Amanah, Tabligh, dan Fathanah.
Satu lagi yang menarik perhatian saya. Ada kisah zaman kekhalifahan Umar bin Khattab…. Seorang pemuda bertanya kepada Ummar bin Khattab “Wahai Umar, mengapa kondisi negeri ini berbeda antara masa kepemimpinan Anda dengan masa kepemimpinan Rasulullah yaaa Umar??”. Lalu Umar menjawab “Saat dulu Rasulullah memimpin kami, kamilah yang menjadi rakyatnya. Tetapi saat Aku memimpin, rakyat seperti kalian lah yang Aku pimpin”.
See..?? Titik berat kisah ini yaitu bukan masalah siapa Pemimpin, tetapi siapakah yang dipimpinya? Secerdas, sebijaksana, atau bahkan sebobrok apapun si Pemimpin, tetaplah sebuah negara akan maju ketika rakyatnya juga mau maju. Sifat-sifat positif rakyatnya sendirilah yang akan memajukan sebuah negara. Rakyat memegang kendali paling tinggi atas sebuah negara. Melihat perilaku para simpatisan yang notabene adalah rakyat Indonesia juga, kadang terpancing rasa malu, prihatin, dan kasihan yang bercampur aduk. Mendukung sih boleh, tapi jangan sampai menjadikan kita menjelek-jelekkan lawan. Masalah moral memang yang paling sulit disentuh, karena menjadi komitmen masing-masing individu dan menjadi hak patennya.
Hayuk lah…. Mari jadikan pesta demokrasi tahun ini sebagai pembelajaran untuk tahun-tahun berikutnya. Jangan sampai ada sakit hati jika ternyata pasangan yang didukung kalah. Dan jangan sombong jika pasangan yang didukung menang. Keep Calm and Keep Growing, baik kapasitas diri mapun kapasitas sebagai warga negara yang ingin Indonesia berubah ke arah yang lebih baik. We love Indonesia, right?!
-
3 years, 9 months ago
Aisyah Ilmani wrote a new post, Newbie…!, on the site There is More in You
Hi all…
Ini adalah situs blog pertama saya. Sebagai newbie alias pendatang baru di dunia per-blog-an, mungkin apa yang saya tuliskan gak begitu bagus, gunakan kata-kata yang hambar, tapi saya mencoba menyuguhkan nilai lain yaitu “sharing experience”. Saya ingin berbagi dengan orang lain, yang mungkin punya hobi, minat, atau intensi yang sama dengan saya melalui tulisan (karena saya jarang banget bisa berbagi dengan orang baru dalam bentuk “curhat langsung”..hehee..). Selain menambah teman baru, tentu akan menambah khasanah pengetahuan kita. Jadi, monggo teman-teman yang mau berbagi via “comment” atau yang lainnya juga saya sangat terbuka… 😀
Salam,
-
3 years, 9 months ago
Aisyah Ilmani‘s profile was updated
-
3 years, 9 months ago
Aisyah Ilmani became a registered member
-
3 years, 9 months ago
farhahfadhilah and
Maulana Muh. Ihza are now friends
-
3 years, 9 months ago
Carolina Astari Sekar Pratiwi and
Maulana Muh. Ihza are now friends
-
3 years, 9 months ago
Carolina Astari Sekar Pratiwi and
afi are now friends
- Load More